ITULAH KARUNIA ALLAH DIBERIKAN-NYA KEPADA SIAPA YANG DIKEHENDAKI-NYA
Karunia Allah kepada hamba -Nya baik yang beriman maupun yang tidak beriman tidaklah terbatas. Allah berfirman:
“Kepada masing-masing golongan baik golongan ini maupun golongan itu Kami berikan bantuan dari kemurahan Tuhanmu. Dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi.” [QS. Al-Isra: 20]
Kita tidak pernah lupa kapan akan mendapatkan rezeki (baca: gaji). Tapi kita sering kali lupa kepada Dzat yang mengaruniakannya. Kita baru mengingat-Nya kembali tatkala membutuhkan-Nya.
Karunia-Nya meliputi karunia duniawi dan ukhrawi. Dia berikan karunia duniawi kepada orang-orang yang Dia cintai dan kepada orang-orang yang Dia murkai.
Sedangkan karunia ukhrawi, semisal: taufik-Nya untuk kita mengerjakan shalat malam, berbuat baik, atau bersedekah, Dia karuniakan hanya kepada orang-orang yang Dia cintai.
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya Allah bagikan di antara kalian akhlak sebagaimana Dia bagikan di antara kalian rezeki. Sesungguhnya Allah karuniakan dunia kepada orang-orang yang Dia cintai dan kepada orang-orang yang tidak Dia cintai. Dia karuniakan iman hanya kepada orang-orang yang Dia cintai.” [As-Silsilah ash-Shahihah no.2714]
Bersyukur atas karunia berarti tidak menggunakannya untuk bermaksiat kepada-Nya. Jika karunia terus menerus diterima, padahal rajin bermaksiat, itu adalah istidraj (melalaikan).
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda:
“Jika kamu perhatikan Allah memberi kepada hamba-Nya kebaikan duniawi yang dia dambakan, padahal dia bermaksiat kepada-Nya, ketahuilah bahwa itu istidraj (melalaikan). Kemudian beliau membaca firman-Nya: (Maka tatkala mereka melupakan peringatan yang telah diberikan kepada mereka, Kamipun membukakan semua pintu-pintu kesenangan untuk mereka; sehingga apabila mereka bergembira dengan apa yang telah diberikan kepada mereka, Kami siksa mereka dengan sekonyong-konyong, maka ketika itu mereka terdiam berputus asa.) [QS. Al-An’am: 44]” [As-Silsilah ash-Shahihah no. 413]
Ketika kita menjadikan firman-Nya: (Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya) [QS. An-Nahl: 53]) sebagai pegangan hidup dan kita senantiasa mengingat karunia-Nya, kita tidak akan tertipu, sombong, dan angkuh. Karena kita tidak pernah mengklaim bahwa kemuliaan, kesuksesan, reputasi, dan kekayaan sebagai milik kita.
Ingatlah selalu di dalam sanubari firman-Nya: (Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya) [QS. An-Nisa: 70].
Jangan pernah mengganggap bahwa kita sudah banyak beribadah dan beramal saleh dan mengklaim bahwa itu hasil usaha kita sendiri. Karena taufik untuk beribadah dan beramal saleh merupakan karunia Allah.
Jangan terperdaya dengan amal ibadah kita dan mengklaim itu dapat menyelamatkan kita dari azab-Nya. Karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda: “Tidak ada seorang pun dimasukkan ke dalam surga karena amal ibadahnya.” Para sahabat pun bertanya: “Termasuk Anda pula?” Beliau menjawab: “Termasuk saya. Hanya saja Allah meliputiku dengan kemurahan dan kasih sayang-Nya. Oleh karena itu, berbuat baik dan dekatkanlah diri kepada-Nya. Dan janganlah salah seorang di antara kalian meginginkan kematian. Sebab jika dia orang baik, bisa jadi bertambah kebaikannya. Dan jika dia pelaku maksiat, bisa jadi dia bertaubat.” [HR. Bukhari]
Hendaknya kita mengkhawatirkan diri kita dan merasakan kelembutan Allah azza wa jalla. Kemudian terhadap semua karunia-Nya yang kita terima, kita katakan: (Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya) [QS. An-Nisa: 70].
👤Disusun oleh: Dede Rahman Saleh
📚Referensi: Qulūbun Tahwā al-Athā