Kaidah-Kaidah dalam Mendidik Anak

Kaidah-Kaidah dalam Mendidik Anak

Bagikan :

Mendidik anak adalah kewajiban orangtua. Karena itu, sebagai orangtua yang baik kita harus mendidik mereka dengan baik sedari dini. Karena Imam al-Ghazali mengatakan: “Anak yang sedari kecil ditelantarkan, biasanya tumbuh dengan akhlak yang buruk. Menjadi anak yang suka berbohong, dengki, suka mencuri, suka mengadu domba, suka meminta-minta, dan suka mengerjakan hal yang sia-sia. Hal itu hanya bisa dicegah dengan pendidikan yang baik.”

 

Dalam mendidik anak kita harus memperhatikan sejumlah kaidah :

 

1️⃣Ayah mesti terlibat dalam mengasuh anak.

Terdapat sejumlah manfaat saat ayah terlibat dalam mengasuh anak. Di antaranya:

  1. Menumbuhkan kedekatan antara ayah dengan anak.
  2. Memberikan kesan kepada istri bahwa sang suami mencurahkan perhatian dan cinta kepadanya sebagaimana dia curahkan saat masa kehamilan.
  3. Bentuk apresiasi kepada peran istri di rumah tangga.

2️⃣Pendidikan anak merupakan tanggung jawab bersama.

Suami dan istri seharusnya memiliki visi yang sama dalam mendidik anak dan bekerja sama dalam merealisasikannya. Hingga anak-anak memahami bahwa tidak ada perbedaan sikap antara ayah dan ibunya dalam mendidiknya. Jika pun terjadi perbedaan pandangan dalam beberapa hal, sebaiknya suami istri mendiskusikannya secara empat mata tanpa diketahui anak-anak.

Karena perbedaan visi dan perdebatan di hadapan anak-anak hanya akan menimbulkan gangguan psikis pada mereka dan memunculkan persepsi pada mereka bahwa sang ayah dan sang ibu saling membenci. Hingga akhirnya keluarga pun terbelah menjadi dua kubu.

3️⃣Sang ibu sebaiknya tidak bekerja di luar rumah.

Karir seorang ibu di luar rumah berdampak buruk pada pendidikan anak. Keadaan ini menjadi fenomena di negara Barat. Keadaan ini akhirnya memaksa Barat untuk menyerukan pentingnya peran kedua orangtua dalam mendidik buah hati mereka. Prof. George De Vos dari Universitas California memuji ibu-ibu Jepang dan mengatakan:

Di Jepang ibu merupakan bagian terpenting dan paling berpengaruh dalam pendidikan anak. Dia senantiasa memposisikan diri sebagai orang yang paling bertanggung jawab terhadap pendidikan anaknya. Dia selalu berusaha sekuat tenaga mendukung sekolah dalam mendidik anaknya. Dia selalu meyakini bahwasanya pendidikan anak dimulai saat sang anak lahir.

(Majallah al-Bayaan, edisi ke-9, hal. 87-89.)

4️⃣Pola asuh orangtua berdampak pada psikis anak.

Terdapat sejumlah pola asuh anak. Di antaranya:

  1. Otoritatif. Pola asuh ini mendorong anak untuk mandiri, namun masih menerapkan batas dan kendali. Anak yang dibesarkan dengan pola asuh ini tumbuh menjadi anak yang mandiri, mudah bergaul, dan berperilaku baik.
  2. Permisif. Pola asuh ini memberikan kebebasan mutlak pada anak. Dampaknya saat dia dewasa, dia suka berbuat semaunya, tidak disiplin, tidak suka dilarang, dan mudah depresi.
  3. Narsistik. Pola asuh ini menuntut anak mencapai semua cita-citanya yang menjadi ambisi orangtua. Dampaknya anak mudah depresi dan stres.
  4. Overparenting. Pola asuh ini membuat orangtua terlibat langsung dalam menyelesaikan semua permasalahan anak dan melindunginya secara berlebihan. Dampaknya anak pun menjadi tidak mandiri, terbiasa berlindung kepada orangtua dari masalah, dan tidak mampu menghadapinya sendiri.

5️⃣Jadilah teman bagi anakmu!

Saat kamu hendak menjadi teman bagi anakmu, ketahuilah bahwa pikiran dan sikapnya berbeda dengan pikiran dan sikap orang dewasa. Prof. Mahmud Mahdi al-Istanbuli mengatakan:

“Ayah yang cerdas adalah ayah yang pulang ke rumah dengan membawa hadiah untuk sang anak dan selalu menyadari bahwa di dunia ini ada banyak hal yang menurut orang dewasa imajiner, tapi menurut anak-anak realitas. Kita bisa menjadi temannya hanya dengan memandang dunia dengan pandangannya. Bisa jadi dia lebih mengetahui dan lebih jujur.”

 

baca juga : Lumbung dari Pahala dan Mimpi buruk bagi setiap Dosa

 

6️⃣Didiklah mereka dengan penuh cinta!

Mendidik anak tidak akan sempurna tanpa cinta. Orangtua yang perhatian dan penyayang terhadap anak-anak lebih digemari dan dituruti. Oleh karena itu, sepatutnya orangtua berusaha untuk mencintai dan menyayangi anak-anaknya. Tidak melakukan hal-hal yang membuat mereka benci kepada keduanya, seperti mencaci, memberikan hukuman berulang kali, mengacuhkan, mengekang, atau tidak memperdulikan permintaan mereka yang menurut syariat boleh dipenuhi.

 

Jika orangtua terpaksa menghukum mereka, orangtua harus berupaya untuk mendekatkan mereka kembali kepadanya. Agar jalinan cinta orangtua tetap terjaga.

 

Cinta kepada anak tidak berarti membebaskan anak untuk berbuat sesukanya atau membiarkan kesalahannya tanpa hukuman. Sebab cinta Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam kepada para sahabat pun tidak menghalangi beliau untuk membebankan kepada mereka kewajiban syariat dan memotivasi mereka untuk turun ke medan jihad. Bahkan saat beliau menghukum sahabat yang berdosa atau keluar dari koridor syariat, ketetapan hukum beliau sedikit pun tidak mengurangi rasa cinta sang sahabat kepada beliau.

 

7️⃣Jawablah selalu pertanyaan anakmu!

 

Menginjak usia tiga tahun, anak mulai gemar bertanya. Kenapa, siapa, apa, dan dimana adalah pertanyaan yang sering dilontarkannya.

 

Saat orangtua menghadapi pertanyaan-pertanyaan sang anak, orangtua harus memerhatikan hal berikut:

  1. Yakini bahwa tanya jawab merupakan bagian dari pendidikan anak.
  2. Jawablah pertanyaan dengan jawaban sederhana, logis, dan mudah dipahami.
  3. Hindarilah ucapan “Ga usah banyak nanya! Kerjain aja!” dan ucapan semisalnya.
  4. Jangan meruntuhkan rasa ingin tahunya dengan mengatakan “Kamu ini berisik! Banyak nanya!” atau ucapan semisalnya.
  5. Jelaskan kepada anak alasan kenapa dia harus melakukan ini dan itu.
  6. Jadilah sosok ayah dan ibu yang terbuka yang siap melayani pertanyaan buah hati Anda.

 

Jika kita mampu menjadi sosok ayah dan ibu yang terbuka dan selalu siap melayani pertanyaan buah hati kita saat mereka kecil, kelak saat mereka dewasa dan kita menua, mereka pun selalu siap melayani pertanyaan kita. Selain itu, menjadi sosok yang terbuka membuat mereka selalu menceritakan perasaan dan pengalaman mereka. Dan ini berguna dalam mengarahkan dan membimbing mereka.

 

Referensi:

Kaifa Turabbî Abnâaka fî Hâdza az-Zamân?

 

Disusun oleh:

Dede Rahman Saleh (Konsultasi Keislaman BP)

(deras.atstsurayya@gmail.com)

Artikel Lainnya